Jumat, 22 Januari 2016

PREPARASI SHOOT CULTURE KEMBANG KOL

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN
MODUL V
PREPARASI SHOOT CULTURE KEMBANG KOL


Description: C:\Users\cahaya\Documents\LOGO UMS\logo.png

DISUSUN OLEH :
Nama            : Ekhwan Tris Wanto
NIM/KEL    : K 100110176
Korektor      :



LABORATORIUM KULTUR JARINGAN TANAMAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014


PREPARASI SHOOT CULTURE KEMBANG KOL
(Brassica oleraceae var Brotrytis L.)

PREPARATION OF SHOOT CULTURE FOR CAULIFLOWER
(Brassica oleraceae var Brotrytis L.)


Ekhwan Tris Wanto (K100110176)
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jalan Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta
57102


ABSTRAK

Dilakukannya penelitian kultur tunas kembang kol ini adalah untuk membuktikan teknik shoot culture kepada peneliti. Shoot culture merupakan teknik kultur jaringan tanaman yang dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan tunas-tunas aksilar. Bahan tanam yang digunakan adalah kembang kol (Brassica oleraceae var Brotrytis L.) karena bagian bungan merupakan bagian yang banyak mengandung meristem pucuk. Metode yang digunakan adalah penanaman eksplan secara in vitro pada media pada MS (Murashige and Skoog) yang mengandung zat pengatur tumbuh NAA (asam α-naftaleneasetat) dan BAP (6-benzylaminopurine). NAA merupakan golongan auksin sintetik sedangkan BAP termasuk dalam golongan sitokinin sintetik yang merupakan turunan adenin (aminopurin). Sitokinin berperan sebagai penghambat dominasi apikal yang dipacu oleh auksin. Hasil dari penelitian ini sebagian besar kultur mengalami dominasi apikal yang ditandai dengan tumbuhnya daun, tunas dan akar.
Kata kunci: shoot culture, kalus kembang kol (Brassica oleraceae var Brotrytis L.), NAA, BAP.
ABSTRACT
Doing research culture cauliflower buds this is to prove the shoot culture technique to researchers. Shoot culture is a plant tissue culture techniques that are intended to stimulate the growth of axillary shoots. Planting material used is of cauliflower (Brassica var oleraceae Brotrytis L.) as part of the relationship is part contains a lot of apical meristems. The method used is the cultivation of explants in vitro on MS medium (Murashige and Skoog) containing growth regulators NAA (α-naftaleneasetat acid) and BAP (6-Benzylaminopurine). NAA is a synthetic auxin group while BAP included in the class of synthetic cytokinins are adenine derivative (aminopurin). Cytokines act as inhibitors of apical dominance spurred by auxin. The results of this study largely undergo apical dominance culture characterized by the growth of leaves, shoots and roots.
Keywords: shoot culture, callus cauliflower (Brassica oleraceae Brotrytis L. var), NAA, BAP




I.                   PENDAHULUAN
Kembang kol (Brassica oleraceae Brotrytis L. var) dikenal masyarakat Indonesia sebagai sayuran. Kembang kol pada umumnya berasal dari daerah subtropis, sehingga untuk pertumbuhan dan produksi yang optimal diperlukan iklim yang sangat spesifik dan cara tanam lebih sulit dibandingkan dengan jenis - jenis kubis lain. Selama pertumbuhannya, kembang kol memerlukan iklim khusus, yaitu udara yang dingin, air yang banyak dan lembab (Fitriani, 2009).
Menurut Yusnita (2004), Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi kultur yang aseptik secara in vitro. Perbanyakan secara kultur jaringan akan menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit yang banyak dalam waktu relatif singkat.
Kultur jaringan dilakukan sebagai inovasi teknik penanaman yang sudah ada yaitu teknik penanaman konvesional (cangkok, stek, bibit, dan lai-lain). Teknologi kultur jaringan sekilas memang terlihat rumit tapi bukan berarti tidak bisa mendatangkan keuntungan, dengan teknik kultur jaringan hasil dari penanaman bisa direkayasa genetik serta lingkungan yang dibuat sedemikian rupa (dibawah kontrol) sehingga bisa menghasilkan panen yang lebih baik.
Shoot culture merupakan teknik kultur jaringan tanaman untuk merangsang pertumbuhan tunas-tunas aksilar yang selanjutnya akan diperbanyak dan ditumbuhkan secara in vitro. Ada istilah shoot-tip culture yaitu apabila eksplan yang digunakan sebagai bahan tanam berukuran ± 20 mm tetapi bila yang digunakan sebagai eksplan adalah bagian ujung pucuk apikal atau bagian tunas lain maka disebut shoot culture (Santoso & Nursandi, 2004).
Besar kecil ukuran eksplan yang digunakan akan mempengaruhi hasil dari teknik ini. Semakin kecil ukuran eksplan maka resiko kontaminasinya semakin kecil namun kemampuannya untuk memperbanyak diri pun juga semakin kecil. Namun bila ukuran eksplan semakin besar maka kemampuan adaptasinya akan lebih tinggi tetapi resiko kontaminasi juga semakin besar maka dari itu ukuran eksplan ini perlu diperhatikan, sesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan kultur (Santoso & Nursandi, 2004).
II.                METODOLOGI
a.      Alat
Alat-alat yang digunakan untuk membantu jalanna penelitian ini adalah sebagai berikut: cawan petri, scapel handle, scapel, pinset, beaker glass 250 mL, erlenmayer 500 mL, gelas ukur , mikropipet, batang pengaduk, magnetic stirrer, yellow tip, blue tip, LAF, autoclave, oven, 15 wadah kultur, pot besar, pisau, pipet tetes, microwave.
b.      Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini antara lain adalah kembang kol, etanol 70%, aquadest, aquadest steril, media MS steril yang mengandung NAA 0,15 mg/L, BAP 0,075 mg/L, makronutrien 50 mL/L, mikronutrien 5 mL/L, sumber besi 5 mL/L, Myoinositol 100 mg/L, suplemen organic 5 mL/L, sucrose 30g/L dan agar 9 g/L. Larutan stok Myoinositol dengan konsentrasi 10 mg/mL. Alumunium foil, kertas HVS, autoclave tape, cairan bleaching 10 %, larutan HCl dan NaOH, pH stick, label.
Bahan untuk membuat larutan makronutrien
Nama bahan
Konsentrasi (mg/L)
NH4NO3
33.000
KNO3
38.000
CaCl2.2H2O
8.800
MgSO4.2H2O
7.400
KH2PO4
3.400
Bahan untuk membuat larutan sumber besi
Nama bahan
Konsentrasi (mg/L)
FeSO4.7H2O
5.560
Na2EDTA
7.460
Bahan untuk membuat larutan mikronutrien
Nama bahan
Konsentrasi (mg/L)
KI
166
H3BO4
1.240
MnSO4.7H2O
4.450
ZnSO4.7H2O
1.720
NaMoO­­­­4.5H2O
50
CuSO4.5H2O
5
CoCl2.6H2O
5




Bahan untuk membuat larutan suplemen organic
Nama bahan
Konsentrasi (mg/L)
Asam nikotinat
100
Piridoksin HCl
100
Tiamin HCl
20
Glisin
400
III.             Cara Kerja Jalannya Penelitian
Percobaan ini dilakukan dengan melalui 3 tahapan, yaitu tahapan pertama adalah pembuatan media, kemudian tahapan sterilisasi media dan peralatan, dan yang terakhir adalah tahapan induksi kalus wortel.
a.      Pembuatan media Kembang Kol
Pembuatan media dilakukan dengan membuat stok larutan makroutrien, mikronutrien, sumber besi, suplemen organik, myoinositol,  BAP, dan NAA dengan konsentrasi yang telah disebutkan sebelumnya. Kemudian 2 beaker glass (A dan B) disiapkan untuk membuat larutan tersebut. Beaker glass A berisi makronutrien, mikronutrien, sumber besi, sucrose, suplemen organic, BAP, NAA, dan aquadest 50 mL yang di homogenkan menggunakan magnetic stirrer. Beaker glass B berisi aquadest 60 mL dan agar yang siap dimasukkan ke dalam microwave selama 1 menit atau sampai agar benar-benar larut. Larutan A dan B dicampurkan dan diukur pH nya dengan kisaran 6-7. Jika tidak sesuai maka di tambahkan HCl atau NaOH. Campuran kemudian ditambahkan aquadest hingga volum ±150 mL. Larutan di masukkan kedalam 15 wadah kultur (±10 mL). Setelah itu wadah untuk media kultur ditutup dengan alumunium foil berlapis dan disterilkan di autoclave.
Berikut adalah komposisi dari media yang digunakan:
Komponen nutrient
Jumlah yang ditambahkan
(untuk 150 mL media)
Makro nutrient
7,5 mL
Mikro nutrient
750 µL
Sumber besi
750 µL
Suplemen organik
750 µL
myoinositol
1,5 mL
BAP
75 µL
NAA
150 µL
         
Perhitungan pengambilan BAP dan NAA
Larutan stok BAP = 0,5 mg/L, akan dibuat untuk 150 mL media
 x 150 mL = 75 µL
Larutan stok NAA = 1mg/1000mL, akan dibuat untuk 150 mL media
 x 150 mL = 150 µL
b.      Sterilisasi media dan peralatan
Alat-alat yang digunakan untuk kerja di dalam LAF sebelumnya harus terlebih dahulu disterilisasi, alat-alat tersebut adalah sacpel handles, petri, pot besar, pinset, aquadest dan media. Untuk scapel handles, petri, pot besar dan pinset dibungkus dengan kertas dan disterilkan menggunakan oven (suhu 1700C selama 1 jam), 500 mL aquadest dimasukkan kedalam erlenmayer dan ditutup alumunium foil berganda serta media disterilkan menggunakan autoclave (suhu 1210C selama 20-30 menit). Hal ini diharapkan agar alat maupun bahan yag akan digunakan nanti steril dan proses kultur akan berjalan sesuai dengan rencana, yaitu tumbuh tanpa adana kontaminasi dari mikroba.
c.       Induksi shoot culture kembang kol
Disiapkan larutan steril (100% bleach). Dicuci bagian kembang kol yang dipilih di bawah air mengalir dan pisahkan  bagian yang kotor dari material yang lain. Dilakukan proses kultur pada kondisi yang aseptis (menggunakan LAF). Ditransfer bagian kembang kol yang telah dicuci kemudian bersihkan dengan larutan steril dan kocok dengan hati-hati selama 10 menit. Dibilas wortel dengan air steril sebanyak 3x kemudian masukkan ke dalam petri disk steril dan kemudian potong menjadi bagian yang lebih kecil (ini disebut eksplan). Ditransfer eksplan yang steril ke dalam media kultur dan beri label sesuai nama kelompok pada jar-nya. Diinkubasi kultur pada suhu ruang dan terhindar dari sinar matahari langsung. Dilakukan pengamatan selama 2 minggu berturut-turut.
Berikut adalah cara pemotongan kembang kol:
Description: F:\Materi kuliah\kjt\kmbang kol\IMG-20141114-WA0000.jpg
Gambar 1. Pemotongan kembang kol






IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan pada minggu pertama
No. botol
Respon
Kontaminasi
Keterangan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
1.
-
-
Bertunas 3
2.
-
-
Bertunas 4, kontam bakteri, browning
3.
-
-
Bertunas dan Browning
4.
-
-
Browning, membesar, kontam bakteri
5.
-
-
Browning, membesar, kontam bakteri
6.
-
-
Bertunas dan Browning
7.
-
-
Bertunas 6, nekrosis, kontam bakteri
8.
-
-
Bertunas 3 dan browning
9.
-
-
Bertunas 6, nekrosis, kontam bakteri
10.
-
-
Bertunas dan browning
11.
-
-
Membesar, nekrosis, kontam bakteri
12.
-
-
Bertunas 3 dan browning
13.
-
-
Bertunas 3 dan browning
14.
-
-
Bertunas, membesar dan browning
15.
-
-
Jamur hijau dan media browning
Tabel 1. Hasil pengamata minggu pertama
Hasil pengamatan minggu kedua
No. botol
Respon
Kontaminasi
Keterangan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
1.
-
-
Tumbuh akar + kontam jamur
2.
-
-
Kontaminan bakteri + browning
3.
-
-
Tumbuh 2 daun +  kontam jamur
4.
-
-
Kontaminan bakteri
5.
-
-
Kontaminan bakteri + browning
6.
-
-
Tumbuh 3 daun + kontam jamur
7.
-
-
Kontam bakteri
8.
-
-
Kontam jamur
9.
-
-
Kontaminan jamur
10.
-
-
Kontaminan jamur + tumbuh daun
11.
-
-
Kontam bakteri
12.
-
-
Tumbuh 2 daun dan akar
13.
-
-
Tumbuh 2 daun dan akar
14.
-
-
Tumbuh 2 daun dan akar
15.
-
-
Kontam jamur hijau dan media kering
Tabel 2. Hasil pengamatan minggu ke dua



Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan teknik shoot culture kepada peneliti, yaitu kultur pucuk dimana pada proses ini bahan tanaman yang digunakan adalah kembang kol yang mengandung meristem pucuk (apikal atau lateral). Tujuan dari teknik shoot culture sendiri  adalah untuk mendapatkan tunas-tunas aksilar yang kemudian akan ditumbuhkan secara in vivo. Kembang kol merupakan bagin reproduksi tanaman dimana sel-selnya masih sangat aktif membelah sehingga diharapkan mampu menghasilkan tunas yang diinginkan.
Kembang kol dipotong kecil-kecil sekitar 1 cm, hal ini dikarenakan agar eksplan yang dikultur semakin kecil resiko kontaminasinya, namun kemampuan untuk memperbanyak diripun semakin sulit. Dengan metode Shoot culture umumnya digunakan ZPT seperti sitokinin yang ditambahkan ke dalam media kulturnya. Sitokinin mampu merangsang pertumbuhan tunas samping dan mematahkan dominasi apikal dari pucuk yang dikultur. Dominasi apikal merupakan suatu daya saing yang ditandai dengan pertumbuhan vegetatif dari tanaman seperti akar, batang dan daun. Pertumbuhan seperti ini dimungkinkan karena konsetrasi auksin (NAA) yang lebih tinggi dibandingkan dengan sitokinin (BAP) sehingga hormon sitokinin tidak terlalu berpengaruh karena auksin cenderung mempengaruhi pamanjangan sel, dengan demikian mampu memicu adanya dominasi apikal.
Hasil yang didapatkan pada minggu pertama adalah semua sampel menunjukkan adanya respon, kecuali sampel terakhir nomor 15, hal ini karena media mengalami rowning dan terkontaminasi jamur hijau, sedangkan untuk kontaminasi yang terjadi adalah pada sampel nomor 2, 4, 5, 7, 8, 11, dan 15. Namun dari hasil yang didapatkan walaupun sampel terkontaminasi namun tetap memberikan hasil dan mampu untuk tumbuh tunas. Setelah pengamatan dua minggu respon yang diberikan ada yang semakin berkurang, yang tadinya pada minggu pertama menunjukkan respon namun pada minggu kedua tidak menunjukkan respon, yaitu terjadi pada nomor 11, 12, 13, dan 14 (nomor 15 sejak awal tidak menunjukkan adanya respon). Untuk mingu yang kedua hanya sampel nomor 12,13, dan 14 saja yang terkontaminasi, namun tetap menunjukkan adanya respon yang ditandai dengan pertumbuhan tunas dan ada beberapa yang tumbuh daun.
Namun tetep saja ada masalah yang timbul dalam kultur jaringan disini yaitu, kontaminasi jamur atau bakteri, browning, dan nekrosis.   Terjadinya nekrosis jaringan ini disebabkan karena kekurangan kalsium sehingga jaringan mengalami kematian yang ditandai dengan adanya pencoklatan dan layu. Eksplan yang sudah mengalami nekrosis bila diteruskan untuk dikultur kemungkinan besar eksplan tidak akan tumbuh jadi eksplan yang sudah nekrosis ini memang seharusnya dibuang dan tidak dikultur lagi.
            Sedangkan Kontaminasi yang terjadi pada kultur disini bisa disebabkan karena alat atau media yang kurang steril atau terkontaminasi pada saat proses kultur dilakukan (mungkin kondisi lingkungan saat proses kultur kurang steril/aseptis). Kehatian-hatian praktikan dalam melakukan proses kultur pun juga sangat berpengaruh, semisal sarung tangan atau masker yang telah tekontaminasi dengan bakteri dari udara luar, kesalahan penggunaan LAF (fan lupa dinyalakan atau sterilisasi dengan sinar UV yang kurang optimal), dan lain sebagainya. Kontaminasi dapat dicegah dengan cara sterilisasi berulang atau penggunaan agent sterilisasi seperti larutam bleach atau etenol 70% sehingga resiko kontaminasi pun bisa diminimalkan. Kontaminasi pun juga bisa dikarenakan media yang digunakan terlalu kaya akan nutrisi pertumbuhan sehingga bisa merangsang pertumbuhan kontaminannya seperti jamur, bakteri, lumut, kapang, dan khamir. Semakin tinggi nutrisi yang terkandung dalam media maka semakin besar pula resiko kontaminasinya.
Dan masalah yang terakhir adalah Browning, hal ini terjadi akibat adanya reaksi enzimatis dan atau non enzimatis. Reaksi enzimatis terjadi karena adanya enzim polifenol oksidase, kresolase, dan katekolase yang akan bekerja dan mengakibatkan browning. Untuk terjadinya reaksi browning yang dikatalisis ensim-ensim tersebut selain harus ada substrat maka juga harus tersedia agen Cu++ dan oksigen sebagai aseptor hidrogen. Reaksi tersebut berdasarkan reaksi pembentukan melamin yang berwarna coklat. Browning browning juga bisa terjadi karena non-ezimatis seperti Mailard browning yang terjadi akibat reaksi gula reduksi dengan amina primer (kedua senyawa tersebut bisa juga merupakan kandungan alami dari eksplan), atau karena karamelisasi yaitu reaksi antara asam amino dengan gula reduksi, dan terakhir bisa disebabkan karena oksidasi asam askorbat (pecahnya cincin senyawa dehidroaskorbat hasil oksidasi dari asam askorbat pada lingkungan asam). Browning juga bisa terjadi karena adanya perlakuan mekanik pada saat proses pemotongan atau pemindahan eksplan, hal ini diatasi dengan berhati-hati pada proses pemotngan dan pemindahan eksplan kedalam media.
V.                KESIMPULAN
Hasil yang didaptkan sudah sebagian besar sampel telah memberikan respon dan menunjukkan adanya pertumbuhan tunas, hanya ada beberapa saja yang menunjukkan tidak adanya respon pertumbuhan tunas. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak adanya respon adalah karena ada kontaminasi jamur atau bakteri, browning, dan nekrosis.
VI.             SARAN
Untuk penelitian kultur jaringan kalus daun Tapak Dara atau tanaman yang lainya sebaiknya dilakukan dengan keadaan yang benar-benar kesterilisasiannya terjaga (aseptis). Karena hal ini akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari penelitian.
VII.          DAFTAR PUSTAKA
Fitriani, M.L., 2009, Budidaya Tanaman Kubis Bunga (Brassica oleraceae var botrytis L.) di Kebun Benih Hortikultura (KBH) Tawangmangu, Skripsi, Fakultas Biologi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Santoso, U. Dan Nursandi, 2004, Kultur Jaringan Tanaman, UMM Press, Magelang.
Yusnita, 2004, Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisisen, Cetakan Ketiga, Agro Media Pustaka, Jakarta.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar