LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN
MODUL IV
PREPARASI KULTUR KALUS TAPAK DARA

DISUSUN OLEH :
Nama : Ekhwan Tris
Wanto
NIM/KEL : K 100110176
Korektor :
LABORATORIUM KULTUR JARINGAN TANAMAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
INDUKSI
KALUS UNTUK KULTUR TAPAK DARA
(Catharanthus
roseus (L) G. Don)
INDUCTION
OF CALLUS CULTURE FOR PERIWINKLE
(Catharanthus
roseus (L) G. Don)
Ekhwan
Tris Wanto (K100110176)
Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Jalan Ahmad Yani, Tromol Pos I,
Pabelan Kartasura, Surakarta
57102
Abstrak
Dilakukan
penelitian ini bertujuan untuk menginduksi kalus tapak dara (Catharanthus
roseus (L) G. Don) dan memberikan pengalaman terhadap penelti dengan media
MS (Murashige and Skoog) yang mengandung zat pengatur tumbuh 2,4 D
(2,4-diklorophenoxiacetic Acid) dan kinetin. 2,4 D merupakan golongan auksin
yang berfungsi untuk menginduksi pembelahan sel, pemanjangan sel, dan
seringkali untuk pengakaran. Sitokinin (kinetin) merupakan turunan adenin
(aminopurin) yang mempunyai peran untuk menginduksi tunas, mendorong pembelahan
sel jaringan tanaman, mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Hasil pada minggu
pertama ada tiga yang tidak menunjukkan respon, namu ada minggu kedua hanya
satu yang tidak menunjukkan respon, karena adanya kontaminasi bakteri.
Kata
kunci : Kultur Jaringan Tanaman, Tapak Dara, Catharanthus roseus (L) G.
Don, Kalus.
Abstract
This research aims to induce
callus periwinkle (Catharanthus roseus (L) G. Don) and provide experience to
the research institute, with MS medium (Murashige and Skoog) containing growth
regulator 2,4 D (2,4-diklorophenoxiacetic Acid) and kinetin. 2.4 D is an auxin
group that serves to induce cell division, cell elongation, and often for
rooting. Cytokinin (kinetin) is an adenine derivative (aminopurin) which have a
role to induce bud, encourages cell division of plant tissues, regulate growth
and development. The results in the first week there were three that did not
respond, there Namu second week only one who did not respond, because of the
presence of bacterial contamination.
Keywords: Plant Tissue Culture,
Tread Dara, Catharanthus roseus (L) G. Don, Calli.
I.
PENDAHULUAN
Tapak dara (Catharanthus roseus (L) G. Don), adalah semak
tahunan yang banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias dan obat (Pandiangan dan
Nainggolan, 2006) yang memiliki beberapa khasiat obat, diantaranya adalah
hipertensi, diabetes, pendarahan akibat penurunan jumlah trombosit, leukimia
limfositik akut, leukimia monositik akut, limfosarkoma, dan sarcoma sel
retikulum. Sekitar 100 macam alkaloid telah diidentifikasi pada tanaman ini (De
Padua et al. 1999), diantaranya adalah alkaloid antikanker seperti
vinblastin, vinkristin, katarantin, dan leurosin (Wijayakusuma et al. 1992).
Menurut
Yusnita (2004), Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkembangkan
bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi kultur yang
aseptik secara in vitro. Perbanyakan secara kultur jaringan akan
menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit yang banyak dalam
waktu relatif singkat.
Kultur
jaringan dilakukan sebagai inovasi teknik penanaman yang sudah ada yaitu teknik
penanaman konvesional (cangkok, stek, bibit, dan lai-lain). Teknologi kultur
jaringan sekilas memang terlihat rumit tapi bukan berarti tidak bisa
mendatangkan keuntungan, dengan teknik kultur jaringan hasil dari penanaman
bisa direkayasa genetik serta lingkungan yang dibuat sedemikian rupa (dibawah
kontrol) sehingga bisa menghasilkan panen yang lebih baik.
II.
METODOLOGI
a.
Alat
Alat-alat
yang digunakan untuk membantu jalanna penelitian ini adalah sebagai berikut:
cawan petri, scapel handle, scapel, pinset, beaker glass 250 mL, erlenmayer 500
mL, gelas ukur , mikropipet, batang pengaduk, magnetic stirrer, yellow tip,
blue tip, LAF, autoclave, oven, 15 wadah kultur, pot besar, pisau, pipet tetes,
microwave.
b.
Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan untuk penelitian ini antara lain adalah daun Tapak Dara, etanol
70%, aquadest, aquadest steril, media MS steril yang mengandung 2,4 D 0,1 mg/L,
makronutrien 50 mL/L, mikronutrien 5 mL/L, sumber besi 5 mL/L, Myoinositol 100
mg/L, suplemen organic 5 mL/L, sucrose 30g/L dan agar 9 g/L.
Larutan stok
Myoinositol dengan konsentrasi 10 mg/mL dan 2,4 D dengan konsentrasi 1 mg/mL.
Alumunium foil, kertas HVS, autoclave tape, cairan bleaching 10 %, larutan HCl
dan NaOH, pH stick, label.
Bahan
untuk membuat larutan makronutrien
Nama bahan
|
Konsentrasi (mg/L)
|
NH4NO3
|
33.000
|
KNO3
|
38.000
|
CaCl2.2H2O
|
8.800
|
MgSO4.2H2O
|
7.400
|
KH2PO4
|
3.400
|
Bahan
untuk membuat larutan sumber besi
Nama bahan
|
Konsentrasi (mg/L)
|
FeSO4.7H2O
|
5.560
|
Na2EDTA
|
7.460
|
Bahan
untuk membuat larutan mikronutrien
Nama bahan
|
Konsentrasi (mg/L)
|
KI
|
166
|
H3BO4
|
1.240
|
MnSO4.7H2O
|
4.450
|
ZnSO4.7H2O
|
1.720
|
NaMoO4.5H2O
|
50
|
CuSO4.5H2O
|
5
|
CoCl2.6H2O
|
5
|
Bahan
untuk membuat larutan suplemen organic
Nama bahan
|
Konsentrasi (mg/L)
|
Asam nikotinat
|
100
|
Piridoksin HCl
|
100
|
Tiamin HCl
|
20
|
Glisin
|
400
|
III.
Cara
Kerja Jalannya Penelitian
Percobaan
ini dilakukan dengan melalui 3 tahapan, yaitu tahapan pertama adalah pembuatan
media, kemudian tahapan sterilisasi media dan peralatan, dan yang terakhir
adalah tahapan induksi kalus wortel.
a.
Pembuatan media Tapak Dara
Pembuatan
media dilakukan dengan membuat stok larutan makroutrien, mikronutrien, sumber
besi, suplemen organik, myoinositol, 2,4
D, dan Kinetin dengan konsentrasi yang telah disebutkan sebelumnya. Kemudian 2
beaker glass (A dan B) disiapkan untuk membuat larutan tersebut. Beaker glass A
berisi makronutrien, mikronutrien, sumber besi, sucrose, suplemen organic, 2,4
D, Kinetin, dan aquadest 50 mL yang di homogenkan menggunakan magnetic stirrer.
Beaker glass B berisi aquadest 60 mL dan agar yang siap dimasukkan ke dalam
microwave selama 1 menit atau sampai agar benar-benar larut. Larutan A dan B
dicampurkan dan diukur pH nya dengan kisaran 6-7. Jika tidak sesuai maka di
tambahkan HCl atau NaOH. Campuran kemudian ditambahkan aquadest hingga volum
±150 mL. Larutan di masukkan kedalam 15 wadah kultur (±10 mL). Setelah itu
wadah untuk media kultur ditutup dengan alumunium foil berlapis dan disterilkan
di autoclave.
Berikut
adalah komposisi dari media yang digunakan:
Komponen nutrient
|
150 mL media
|
Makro nutrient
|
7,5 mL
|
Mikro nutrient
|
750 µL
|
Sumber besi
|
750 µL
|
Suplemen organik
|
750 µL
|
Myoinositol
|
1,5 mL
|
2,4 D
|
150 µL
|
Kinetin
|
15 µL
|
Perhitungan
pengambilan 2,4-D dan kinetin
Larutan stok 2,4 D = 1 mg/L, akan dibuat untuk 150
mL media dengan konsentrasi 2,4 D 1
mg/mL

Larutan
stok kinetin = 0,1 mg/1000mL, akan dibuat untuk 150 mL media dengan konsentrasi
kinetin 1 mg/mL

b. Sterilisasi
media dan peralatan
Alat-alat
yang digunakan untuk kerja di dalam LAF sebelumnya harus terlebih dahulu
disterilisasi, alat-alat tersebut adalah sacpel handles, petri, pot besar,
pinset, aquadest dan media. Untuk scapel handles, petri, pot besar dan pinset
dibungkus dengan kertas dan disterilkan menggunakan oven (suhu 1700C
selama 1 jam), 500 mL aquadest dimasukkan kedalam erlenmayer dan ditutup
alumunium foil berganda serta media disterilkan menggunakan autoclave (suhu 1210C
selama 20-30 menit). Hal ini diharapkan agar alat maupun bahan yag akan
digunakan nanti steril dan proses kultur akan berjalan sesuai dengan rencana,
yaitu tumbuh tanpa adana kontaminasi dari mikroba.
c. Induksi
kalus daun Tapak Dara
Pertama-tama daun segar tapak dara
yang akan digunakan direndam
dan
disterilkan dengan cairan pensteril
20%
kemudian
dicuci dengan air mengalir. Kemudian
daun direndam dan dicuci kembali dengan air detergen selama 5 menit baru kemudian
dicuci dengan aquadest steril 1
kali. Setelah itu
daun kembali disterilkan dengan etanol 70% selama 1 menit dan kemudian
dibilas dengan
aquadest steril 2
kali. Selanjutnya
dipindahkan daun kedalam petri steril dan dipotong daun tapak dara + 1cm2
seperti pada (gambar 1).
Dan selanjut-nya
eksplan dipindahkan dalam media kultur yang steril.
Proses
induksi ini dilakukan di LAF utuk menjaga kesterilisasiannya. Kemudian diamati
perubahan eksplan selama 2 minggu.

Gambar 1. Contoh pemotongan explan
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
pengamatan pada minggu pertama
No. botol
|
Respon
|
Kontaminasi
|
Keterangan
|
||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
||
1.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Browning
|
2.
|
-
|
√
|
√
|
-
|
Kontaminan jamur
|
3.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Browning
|
4.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Browning
|
5.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Browning
|
6.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Browning
|
7.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Normal
|
8.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Normal
|
9.
|
-
|
√
|
√
|
-
|
Kontaminan
jamur
|
10.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Kontaminan
jamur
|
11.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Browning
|
12.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Normal
|
13.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Normal
|
14.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Normal
|
15.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Normal
|
Tabel 1. Hasil pengamata minggu
pertama
Hasil
pengamatan minggu kedua
No. botol
|
Respon
|
Kontaminasi
|
Keterangan
|
||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
||
1.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Tumbuh kalus +
browning
|
2.
|
-
|
√
|
√
|
-
|
Kontaminan jamur
+ media merah
|
3.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Tumbuh kalus
+ browning
|
4.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Kontaminan jamur
+ kalus + nekrosis
|
5.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Kontaminan
bakteri + browning
|
6.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Tumbuh kalus +
browning
|
7.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Tumbuh kalus +
browning
|
8.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Tumbuh kalus +
browning
|
9.
|
-
|
√
|
√
|
-
|
Kontaminan jamur
+ berair
|
10.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Kontaminan
jamur + browning
|
11.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Tumbuh kalus +
browning
|
12.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Tumbuh kalus +
browning
|
13.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Tumbuh kalus +
browning
|
14.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Tumbuh kalus +
browning
|
15.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Tumbuh kalus +
browning
|
Tabel 2. Hasil pengamatan minggu ke
dua















Gambar 2. Hasil kultur no. 1-15
Hasil minggu
pertama penelitian ini menunjukkan botol nomer 2 dan 9 tidak adanya respon,
sedangkan botol yang terkontaminasi adalah botol nomor 2, 9, dan 10. Sedangkan
hasil setelah pengamatan 2 minggu teteap botol nomer 2 dan 9 tidak memberikan
respon namun yang terkontaminasi semakin banyak, banyak, yaitu botol nomor 2,
4, 5 dan 9. Dari hasil yang ada, ada beberapa masalah yang terjadi diantaranya
adalah adanya kontaminasi jamur atau bakteri, browning, dan nekrosis.
Terjadinya
nekrosis jaringan ini disebabkan karena kekurangan kalsium sehingga jaringan
mengalami kematian yang ditandai dengan adanya pencoklatan dan layu. Eksplan
yang sudah mengalami nekrosis bila diteruskan untuk dikultur kemungkinan besar
eksplan tidak akan tumbuh jadi eksplan yang sudah nekrosis ini memang
seharusnya dibuang dan tidak dikultur lagi.
Sedangkan Kontaminasi yang terjadi
pada kultur disini bisa disebabkan karena alat atau media yang kurang steril
atau terkontaminasi pada saat proses kultur dilakukan (mungkin kondisi
lingkungan saat proses kultur kurang steril/aseptis). Kehatian-hatian praktikan
dalam melakukan proses kultur pun juga sangat berpengaruh, semisal sarung
tangan atau masker yang telah tekontaminasi dengan bakteri dari udara luar,
kesalahan penggunaan LAF (fan lupa dinyalakan atau sterilisasi dengan sinar UV
yang kurang optimal), dan lain sebagainya. Kontaminasi dapat dicegah dengan
cara sterilisasi berulang atau penggunaan agent sterilisasi seperti larutam
bleach atau etenol 70% sehingga resiko kontaminasi pun bisa diminimalkan.
Kontaminasi pun juga bisa dikarenakan media yang digunakan terlalu kaya akan
nutrisi pertumbuhan sehingga bisa merangsang pertumbuhan kontaminannya seperti
jamur, bakteri, lumut, kapang, dan khamir. Semakin tinggi nutrisi yang
terkandung dalam media maka semakin besar pula resiko kontaminasinya.
Sedangkan
masalah yang terakhir adalah Browning, hal
ini terjadi akibat adanya reaksi enzimatis dan atau non enzimatis. Reaksi
enzimatis terjadi karena adanya enzim polifenol
oksidase, kresolase, dan katekolase yang akan bekerja dan mengakibatkan
browning. Untuk terjadinya reaksi browning yang dikatalisis ensim-ensim
tersebut selain harus ada substrat maka juga harus tersedia agen Cu++
dan oksigen sebagai aseptor hidrogen. Reaksi tersebut berdasarkan reaksi
pembentukan melamin yang berwarna coklat. Browning
browning juga bisa terjadi karena non-ezimatis seperti Mailard browning yang terjadi akibat reaksi gula reduksi dengan
amina primer (kedua senyawa tersebut bisa juga merupakan kandungan alami dari
eksplan), atau karena karamelisasi yaitu reaksi antara asam amino dengan gula
reduksi, dan terakhir bisa disebabkan karena oksidasi asam askorbat (pecahnya
cincin senyawa dehidroaskorbat hasil oksidasi dari asam askorbat pada
lingkungan asam). Browning juga bisa terjadi karena adanya perlakuan mekanik
pada saat proses pemotongan atau pemindahan eksplan, hal ini diatasi dengan
berhati-hati pada proses pemotngan dan pemindahan eksplan kedalam media.
V.
KESIMPULAN
Hasil
yang didaptkan sudah sebagian besar sampel telah memberikan respon dan
menunjukkan adanya pertumbuhan kalus, hanya ada dua samoel saja yang
menunjukkan tidak adanya respon pertumbuhan kalus. Faktor-faktor yang
menyebabkan tidak adanya respon adalah karena ada
kontaminasi jamur atau bakteri, browning, dan nekrosis.
VI.
SARAN
Untuk penelitian kultur jaringan kalus daun Tapak Dara atau tanaman yang
lainya sebaiknya dilakukan dengan keadaan yang benar-benar kesterilisasiannya
terjaga (aseptis). Karena hal ini akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari
penelitian.
VII.
DAFTAR
PUSTAKA
De Padua LS, Bunyapraphatsara N, Lemmens RHMJ. 1999. Medical
and Poisonous Plants 1. Bogor: PROSEA.
Pandiangan, D., dan Nainggalon, N., 2006, The Enhancement of
Catharanthine Content in Catharanthus
roseus Callus Culture Treated with
Naphtalene Acetic Acid, Hayati, Vol.. 13, No. 3, Hlm. 90-94.
Wijayakusuma HMH, Dalihmarta S, Winar AS. 1992. Tanaman
Berkasiat Obat di Indonesia. Jilid I. Jakarta: Pustaka Kartini Ikapi Jaya.
Yusnita,
2004, Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisisen,
Cetakan Ketiga, Agro Media Pustaka, Jakarta
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar