LAPORAN
RESMI PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN
MODUL V
PREPARASI
SHOOT CULTURE KEMBANG KOL
DISUSUN
OLEH :
Nama : Ekhwan Tris Wanto
NIM/KEL : K 100110176
Korektor :
LABORATORIUM
KULTUR JARINGAN TANAMAN
FAKULTAS
FARMASI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
PREPARASI SHOOT CULTURE KEMBANG KOL
(Brassica
oleraceae var Brotrytis L.)
PREPARATION OF
SHOOT CULTURE FOR CAULIFLOWER
(Brassica
oleraceae var Brotrytis L.)
Ekhwan Tris
Wanto (K100110176)
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jalan Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura,
Surakarta
57102
ABSTRAK
Dilakukannya penelitian kultur tunas
kembang kol ini adalah untuk membuktikan teknik shoot culture kepada peneliti. Shoot
culture merupakan teknik kultur jaringan tanaman yang dimaksudkan untuk
merangsang pertumbuhan tunas-tunas aksilar. Bahan tanam yang digunakan adalah
kembang kol (Brassica oleraceae var Brotrytis L.) karena bagian bungan merupakan bagian yang banyak mengandung
meristem pucuk. Metode yang digunakan adalah penanaman eksplan secara in vitro
pada media pada MS (Murashige and Skoog) yang mengandung zat pengatur tumbuh
NAA (asam α-naftaleneasetat) dan BAP (6-benzylaminopurine). NAA merupakan
golongan auksin sintetik sedangkan BAP termasuk dalam golongan sitokinin
sintetik yang merupakan turunan adenin (aminopurin). Sitokinin berperan sebagai
penghambat dominasi apikal yang dipacu oleh auksin. Hasil dari penelitian ini
sebagian besar kultur mengalami dominasi apikal yang ditandai dengan tumbuhnya
daun, tunas dan akar.
Kata
kunci: shoot
culture, kalus kembang kol (Brassica oleraceae var Brotrytis L.), NAA, BAP.
ABSTRACT
Doing
research culture cauliflower buds this is to prove the shoot culture technique
to researchers. Shoot culture is a plant tissue culture techniques that are
intended to stimulate the growth of axillary shoots. Planting material used is
of cauliflower (Brassica var oleraceae Brotrytis L.) as part of the
relationship is part contains a lot of apical meristems. The method used is the
cultivation of explants in vitro on MS medium (Murashige and Skoog) containing
growth regulators NAA (α-naftaleneasetat acid) and BAP (6-Benzylaminopurine).
NAA is a synthetic auxin group while BAP included in the class of synthetic
cytokinins are adenine derivative (aminopurin). Cytokines act as inhibitors of
apical dominance spurred by auxin. The results of this study largely undergo
apical dominance culture characterized by the growth of leaves, shoots and
roots.
Keywords:
shoot culture, callus cauliflower (Brassica oleraceae Brotrytis L. var), NAA,
BAP
I.
PENDAHULUAN
Kembang kol (Brassica
oleraceae Brotrytis L. var) dikenal masyarakat Indonesia sebagai sayuran.
Kembang kol pada umumnya berasal dari daerah subtropis, sehingga untuk
pertumbuhan dan produksi yang optimal diperlukan iklim yang sangat spesifik dan
cara tanam lebih sulit dibandingkan dengan jenis - jenis kubis lain. Selama
pertumbuhannya, kembang kol memerlukan iklim khusus, yaitu udara yang dingin,
air yang banyak dan lembab (Fitriani, 2009).
Menurut
Yusnita (2004), Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkembangkan
bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi kultur yang
aseptik secara in vitro. Perbanyakan secara kultur jaringan akan
menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit yang banyak dalam
waktu relatif singkat.
Kultur
jaringan dilakukan sebagai inovasi teknik penanaman yang sudah ada yaitu teknik
penanaman konvesional (cangkok, stek, bibit, dan lai-lain). Teknologi kultur
jaringan sekilas memang terlihat rumit tapi bukan berarti tidak bisa
mendatangkan keuntungan, dengan teknik kultur jaringan hasil dari penanaman
bisa direkayasa genetik serta lingkungan yang dibuat sedemikian rupa (dibawah
kontrol) sehingga bisa menghasilkan panen yang lebih baik.
Shoot
culture merupakan teknik kultur jaringan tanaman untuk merangsang
pertumbuhan tunas-tunas aksilar yang selanjutnya akan diperbanyak dan
ditumbuhkan secara in vitro. Ada istilah shoot-tip
culture yaitu apabila eksplan yang digunakan sebagai bahan tanam berukuran
± 20 mm tetapi bila yang digunakan sebagai eksplan adalah bagian ujung pucuk
apikal atau bagian tunas lain maka disebut shoot
culture (Santoso & Nursandi, 2004).
Besar
kecil ukuran eksplan yang digunakan akan mempengaruhi hasil dari teknik ini.
Semakin kecil ukuran eksplan maka resiko kontaminasinya semakin kecil namun
kemampuannya untuk memperbanyak diri pun juga semakin kecil. Namun bila ukuran
eksplan semakin besar maka kemampuan adaptasinya akan lebih tinggi tetapi
resiko kontaminasi juga semakin besar maka dari itu ukuran eksplan ini perlu
diperhatikan, sesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan kultur (Santoso &
Nursandi, 2004).
II.
METODOLOGI
a.
Alat
Alat-alat
yang digunakan untuk membantu jalanna penelitian ini adalah sebagai berikut:
cawan petri, scapel handle, scapel, pinset, beaker glass 250 mL, erlenmayer 500
mL, gelas ukur , mikropipet, batang pengaduk, magnetic stirrer, yellow tip,
blue tip, LAF, autoclave, oven, 15 wadah kultur, pot besar, pisau, pipet tetes,
microwave.
b.
Bahan
Bahan-bahan yang
digunakan untuk penelitian ini antara lain adalah kembang kol, etanol 70%,
aquadest, aquadest steril, media MS steril yang mengandung NAA 0,15 mg/L, BAP
0,075 mg/L, makronutrien 50 mL/L, mikronutrien 5 mL/L, sumber besi 5 mL/L,
Myoinositol 100 mg/L, suplemen organic 5 mL/L, sucrose 30g/L dan agar 9 g/L. Larutan
stok Myoinositol dengan konsentrasi 10 mg/mL. Alumunium foil, kertas HVS,
autoclave tape, cairan bleaching 10 %, larutan HCl dan NaOH, pH stick, label.
Bahan
untuk membuat larutan makronutrien
Nama bahan
|
Konsentrasi (mg/L)
|
NH4NO3
|
33.000
|
KNO3
|
38.000
|
CaCl2.2H2O
|
8.800
|
MgSO4.2H2O
|
7.400
|
KH2PO4
|
3.400
|
Bahan
untuk membuat larutan sumber besi
Nama bahan
|
Konsentrasi (mg/L)
|
FeSO4.7H2O
|
5.560
|
Na2EDTA
|
7.460
|
Bahan
untuk membuat larutan mikronutrien
Nama bahan
|
Konsentrasi (mg/L)
|
KI
|
166
|
H3BO4
|
1.240
|
MnSO4.7H2O
|
4.450
|
ZnSO4.7H2O
|
1.720
|
NaMoO4.5H2O
|
50
|
CuSO4.5H2O
|
5
|
CoCl2.6H2O
|
5
|
Bahan
untuk membuat larutan suplemen organic
Nama bahan
|
Konsentrasi (mg/L)
|
Asam nikotinat
|
100
|
Piridoksin HCl
|
100
|
Tiamin HCl
|
20
|
Glisin
|
400
|
III.
Cara
Kerja Jalannya Penelitian
Percobaan
ini dilakukan dengan melalui 3 tahapan, yaitu tahapan pertama adalah pembuatan
media, kemudian tahapan sterilisasi media dan peralatan, dan yang terakhir
adalah tahapan induksi kalus wortel.
a.
Pembuatan media Kembang Kol
Pembuatan
media dilakukan dengan membuat stok larutan makroutrien, mikronutrien, sumber
besi, suplemen organik, myoinositol, BAP,
dan NAA dengan konsentrasi yang telah disebutkan sebelumnya. Kemudian 2 beaker
glass (A dan B) disiapkan untuk membuat larutan tersebut. Beaker glass A berisi
makronutrien, mikronutrien, sumber besi, sucrose, suplemen organic, BAP, NAA,
dan aquadest 50 mL yang di homogenkan menggunakan magnetic stirrer. Beaker
glass B berisi aquadest 60 mL dan agar yang siap dimasukkan ke dalam microwave
selama 1 menit atau sampai agar benar-benar larut. Larutan A dan B dicampurkan
dan diukur pH nya dengan kisaran 6-7. Jika tidak sesuai maka di tambahkan HCl
atau NaOH. Campuran kemudian ditambahkan aquadest hingga volum ±150 mL. Larutan
di masukkan kedalam 15 wadah kultur (±10 mL). Setelah itu wadah untuk media
kultur ditutup dengan alumunium foil berlapis dan disterilkan di autoclave.
Berikut
adalah komposisi dari media yang digunakan:
Komponen nutrient
|
Jumlah yang ditambahkan
(untuk 150 mL media)
|
Makro nutrient
|
7,5 mL
|
Mikro nutrient
|
750 µL
|
Sumber besi
|
750 µL
|
Suplemen organik
|
750 µL
|
myoinositol
|
1,5 mL
|
BAP
|
75 µL
|
NAA
|
150 µL
|
Perhitungan pengambilan
BAP dan NAA
Larutan stok BAP = 0,5
mg/L, akan dibuat untuk 150 mL media
x 150 mL = 75 µL
Larutan stok NAA = 1mg/1000mL,
akan dibuat untuk 150 mL media
x 150 mL = 150 µL
b. Sterilisasi
media dan peralatan
Alat-alat
yang digunakan untuk kerja di dalam LAF sebelumnya harus terlebih dahulu
disterilisasi, alat-alat tersebut adalah sacpel handles, petri, pot besar,
pinset, aquadest dan media. Untuk scapel handles, petri, pot besar dan pinset
dibungkus dengan kertas dan disterilkan menggunakan oven (suhu 1700C
selama 1 jam), 500 mL aquadest dimasukkan kedalam erlenmayer dan ditutup
alumunium foil berganda serta media disterilkan menggunakan autoclave (suhu 1210C
selama 20-30 menit). Hal ini diharapkan agar alat maupun bahan yag akan
digunakan nanti steril dan proses kultur akan berjalan sesuai dengan rencana,
yaitu tumbuh tanpa adana kontaminasi dari mikroba.
c.
Induksi
shoot culture kembang kol
Disiapkan
larutan steril (100% bleach). Dicuci bagian kembang kol yang dipilih di bawah
air mengalir dan pisahkan bagian yang
kotor dari material yang lain. Dilakukan proses kultur pada kondisi yang
aseptis (menggunakan LAF). Ditransfer bagian kembang kol yang telah dicuci
kemudian bersihkan dengan larutan steril dan kocok dengan hati-hati selama 10
menit. Dibilas wortel dengan air steril sebanyak 3x kemudian masukkan ke dalam
petri disk steril dan kemudian potong menjadi bagian yang lebih kecil (ini
disebut eksplan). Ditransfer eksplan yang steril ke dalam media kultur dan beri
label sesuai nama kelompok pada jar-nya. Diinkubasi kultur pada suhu ruang dan
terhindar dari sinar matahari langsung. Dilakukan pengamatan selama 2 minggu
berturut-turut.
Berikut
adalah cara pemotongan kembang kol:
Gambar 1. Pemotongan kembang kol
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
pengamatan pada minggu pertama
No. botol
|
Respon
|
Kontaminasi
|
Keterangan
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
1.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Bertunas 3
|
2.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Bertunas 4,
kontam bakteri, browning
|
3.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Bertunas dan Browning
|
4.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Browning,
membesar, kontam bakteri
|
5.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Browning,
membesar, kontam bakteri
|
6.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Bertunas dan Browning
|
7.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Bertunas 6, nekrosis,
kontam bakteri
|
8.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Bertunas 3 dan
browning
|
9.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Bertunas 6,
nekrosis, kontam bakteri
|
10.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Bertunas dan
browning
|
11.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Membesar,
nekrosis, kontam bakteri
|
12.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Bertunas 3 dan
browning
|
13.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Bertunas 3 dan
browning
|
14.
|
√
|
-
|
-
|
√
|
Bertunas,
membesar dan browning
|
15.
|
-
|
√
|
√
|
-
|
Jamur hijau
dan media browning
|
Tabel 1. Hasil
pengamata minggu pertama
Hasil
pengamatan minggu kedua
No. botol
|
Respon
|
Kontaminasi
|
Keterangan
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
1.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Tumbuh akar +
kontam jamur
|
2.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Kontaminan bakteri
+ browning
|
3.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Tumbuh 2 daun
+ kontam jamur
|
4.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Kontaminan bakteri
|
5.
|
-
|
√
|
√
|
-
|
Kontaminan
bakteri + browning
|
6.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Tumbuh 3 daun +
kontam jamur
|
7.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Kontam bakteri
|
8.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Kontam jamur
|
9.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Kontaminan
jamur
|
10.
|
√
|
-
|
√
|
-
|
Kontaminan
jamur + tumbuh daun
|
11.
|
-
|
√
|
√
|
-
|
Kontam bakteri
|
12.
|
-
|
√
|
-
|
√
|
Tumbuh 2 daun
dan akar
|
13.
|
-
|
√
|
-
|
√
|
Tumbuh 2 daun
dan akar
|
14.
|
-
|
√
|
-
|
√
|
Tumbuh 2 daun
dan akar
|
15.
|
-
|
√
|
√
|
-
|
Kontam jamur
hijau dan media kering
|
Tabel
2. Hasil pengamatan minggu ke dua
Penelitian
ini bertujuan untuk membuktikan teknik shoot
culture kepada peneliti, yaitu kultur pucuk dimana pada proses ini bahan
tanaman yang digunakan adalah kembang kol yang mengandung meristem pucuk
(apikal atau lateral). Tujuan dari teknik shoot
culture sendiri adalah untuk
mendapatkan tunas-tunas aksilar yang kemudian akan ditumbuhkan secara in vivo.
Kembang kol merupakan bagin reproduksi tanaman dimana sel-selnya masih sangat
aktif membelah sehingga diharapkan mampu menghasilkan tunas yang diinginkan.
Kembang
kol dipotong kecil-kecil sekitar 1 cm, hal ini dikarenakan agar eksplan yang
dikultur semakin kecil resiko kontaminasinya, namun kemampuan untuk
memperbanyak diripun semakin sulit. Dengan metode Shoot culture umumnya digunakan ZPT seperti sitokinin yang
ditambahkan ke dalam media kulturnya. Sitokinin mampu merangsang pertumbuhan
tunas samping dan mematahkan dominasi apikal dari pucuk yang dikultur. Dominasi
apikal merupakan suatu daya saing yang ditandai dengan pertumbuhan vegetatif
dari tanaman seperti akar, batang dan daun. Pertumbuhan seperti ini
dimungkinkan karena konsetrasi auksin (NAA) yang lebih tinggi dibandingkan
dengan sitokinin (BAP) sehingga hormon sitokinin tidak terlalu berpengaruh
karena auksin cenderung mempengaruhi pamanjangan sel, dengan demikian mampu
memicu adanya dominasi apikal.
Hasil
yang didapatkan pada minggu pertama adalah semua sampel menunjukkan adanya
respon, kecuali sampel terakhir nomor 15, hal ini karena media mengalami
rowning dan terkontaminasi jamur hijau, sedangkan untuk kontaminasi yang
terjadi adalah pada sampel nomor 2, 4, 5, 7, 8, 11, dan 15. Namun dari hasil
yang didapatkan walaupun sampel terkontaminasi namun tetap memberikan hasil dan
mampu untuk tumbuh tunas. Setelah pengamatan dua minggu respon yang diberikan
ada yang semakin berkurang, yang tadinya pada minggu pertama menunjukkan respon
namun pada minggu kedua tidak menunjukkan respon, yaitu terjadi pada nomor 11,
12, 13, dan 14 (nomor 15 sejak awal tidak menunjukkan adanya respon). Untuk
mingu yang kedua hanya sampel nomor 12,13, dan 14 saja yang terkontaminasi,
namun tetap menunjukkan adanya respon yang ditandai dengan pertumbuhan tunas
dan ada beberapa yang tumbuh daun.
Namun
tetep saja ada masalah yang timbul dalam kultur jaringan disini yaitu, kontaminasi jamur atau bakteri, browning, dan
nekrosis. Terjadinya nekrosis
jaringan ini disebabkan karena kekurangan kalsium sehingga jaringan mengalami
kematian yang ditandai dengan adanya pencoklatan dan layu. Eksplan yang sudah
mengalami nekrosis bila diteruskan untuk dikultur kemungkinan besar eksplan
tidak akan tumbuh jadi eksplan yang sudah nekrosis ini memang seharusnya
dibuang dan tidak dikultur lagi.
Sedangkan Kontaminasi yang terjadi
pada kultur disini bisa disebabkan karena alat atau media yang kurang steril
atau terkontaminasi pada saat proses kultur dilakukan (mungkin kondisi
lingkungan saat proses kultur kurang steril/aseptis). Kehatian-hatian praktikan
dalam melakukan proses kultur pun juga sangat berpengaruh, semisal sarung
tangan atau masker yang telah tekontaminasi dengan bakteri dari udara luar,
kesalahan penggunaan LAF (fan lupa dinyalakan atau sterilisasi dengan sinar UV
yang kurang optimal), dan lain sebagainya. Kontaminasi dapat dicegah dengan
cara sterilisasi berulang atau penggunaan agent sterilisasi seperti larutam
bleach atau etenol 70% sehingga resiko kontaminasi pun bisa diminimalkan.
Kontaminasi pun juga bisa dikarenakan media yang digunakan terlalu kaya akan
nutrisi pertumbuhan sehingga bisa merangsang pertumbuhan kontaminannya seperti
jamur, bakteri, lumut, kapang, dan khamir. Semakin tinggi nutrisi yang
terkandung dalam media maka semakin besar pula resiko kontaminasinya.
Dan masalah yang terakhir adalah Browning, hal ini terjadi akibat adanya
reaksi enzimatis dan atau non enzimatis. Reaksi enzimatis terjadi karena adanya
enzim polifenol oksidase, kresolase, dan katekolase yang akan bekerja dan mengakibatkan browning. Untuk
terjadinya reaksi browning yang dikatalisis ensim-ensim tersebut selain harus
ada substrat maka juga harus tersedia agen Cu++ dan oksigen sebagai
aseptor hidrogen. Reaksi tersebut berdasarkan reaksi pembentukan melamin yang
berwarna coklat. Browning browning
juga bisa terjadi karena non-ezimatis seperti Mailard browning yang terjadi akibat reaksi gula reduksi dengan
amina primer (kedua senyawa tersebut bisa juga merupakan kandungan alami dari
eksplan), atau karena karamelisasi yaitu reaksi antara asam amino dengan gula
reduksi, dan terakhir bisa disebabkan karena oksidasi asam askorbat (pecahnya
cincin senyawa dehidroaskorbat hasil oksidasi dari asam askorbat pada
lingkungan asam). Browning juga bisa terjadi karena adanya perlakuan mekanik
pada saat proses pemotongan atau pemindahan eksplan, hal ini diatasi dengan
berhati-hati pada proses pemotngan dan pemindahan eksplan kedalam media.
V.
KESIMPULAN
Hasil
yang didaptkan sudah sebagian besar sampel telah memberikan respon dan
menunjukkan adanya pertumbuhan tunas, hanya ada beberapa saja yang menunjukkan
tidak adanya respon pertumbuhan tunas. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak
adanya respon adalah karena ada kontaminasi jamur
atau bakteri, browning, dan nekrosis.
VI.
SARAN
Untuk penelitian kultur jaringan kalus daun Tapak Dara atau tanaman yang
lainya sebaiknya dilakukan dengan keadaan yang benar-benar kesterilisasiannya
terjaga (aseptis). Karena hal ini akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari
penelitian.
VII.
DAFTAR
PUSTAKA
Fitriani,
M.L., 2009, Budidaya Tanaman Kubis Bunga
(Brassica oleraceae var botrytis L.) di Kebun Benih Hortikultura
(KBH) Tawangmangu, Skripsi, Fakultas
Biologi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Santoso, U. Dan Nursandi, 2004, Kultur Jaringan Tanaman, UMM Press, Magelang.
Yusnita,
2004, Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisisen,
Cetakan Ketiga, Agro Media Pustaka, Jakarta.