Sabtu, 09 April 2022

EMULSI

 

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN NON SOLID

MODUL II

E M U L S I

I.                   TUJUAN

Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam memformulasi sediaan emulsi dan melakukan kontrol kaualitas (evaluasi) sediaan emulsi, meliputi :

a.       Mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi.

b.      Mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi.

c.       Mengetahui sifat alir sediian plastik.

d.      Menentukan tipe emulsi.

II.                TINJAUAN PUSTAKA

Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatankecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi sebagai sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya emulsi ysng mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai emulsi “a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu maka suatu emulsi minyak dalam air bisa diencerkan ditambah dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga dari emulsi atau bagian ketiga dari emulsi, yakni : zat pengemulsi (emulsifying agent) (Ansel,1989).

Fase Emulsi dan Jenis Emulsi

Emulsi terdiri dari dua fase yang tidak dapat bercampur satu sama lainnya, dimana yang satu menunjukan karakter hidrofil, yang lain lipofil. Fase hidrofil (lipofob) umumnya adalah air atau suatu cairan yang dapat bercampur dengan air, sedangkansebagai fase lipofil (hidrofob) adalah minyak mineral atua minyak tumbuhan atau lemak (minyak lemak, parafin, vaselin, minyak coklat, malam bulu domba) atau juga bahan pelarut lipofil seperti kloroform, benzen dan sebagainya. Ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, apakah fase hidrofil yang terdispersi ke dalam fase fase hidrofob, ataukah fase hidrofob kedalam fase hidrofil. Dengan demikian dapat dihasilkan dua sistem emulsi yang berbeda, yang dinyatakna sebagai emulsi air dalam minyak (emulsi A/M) atau emulsi minyak dalam air (emulsi M/A).

Jenis emulsi M/A dan A/M adalah sistem emulsi sederhana. Sistem emulsi ganda akan diperoleh, jika di dalam bola-bola emulsi yang terbentuk masih terdapat lagi bola-bola dari fase lainnya. Sistem seperti itu dinyatakan sebagai emulsi A/M/A atau emulsi M/A/M (Voight, 1995).

Tujuan Emulsi dan Emulsifikasi

Dalam farmasetik,proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari dua cairan yang saling tidak bercampur. Dalam hal ini obat diberikan dalam bentuk bola-bola kecil bukan dalam bulk. Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak-dalam-air memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak. Walaupun yang diberikan sebenarnya minyak yang tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelam sampai ke lambung.

Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai emulsi m/a atau a/m, tergantung pada berbagai faktor seperti sifat zat terpeutik yang akan dimasukkan ke dalam emulsi , keinginan untuk mendapatkan efek emolien atau pelembut jaringan dari preparat tersebut, dan keadaan permukaan kulit. Zat obat yang dapat mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika berada pada fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit.

Pada kulit yang tidak luka, suatu emulsi air dalam minyak dapat dipakai lebih rata karena karena kulit dilapisi oleh suatu lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini lebih mudah dibasahi oleh minyak dari pada oleh air. Suatu emulsi air dalam  minyak juga lebih lembut ke dalam kulit, karena ia mencegah mengeringnya kulit dan tidak mudah hilang bila kena air. Sebaliknya bila diinginkan preparat yang mudah dihilangkan dari kulit dengan air harus dipilih suatu emulsi minyak-dalam-air (Ansel,1989).

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah (Anief, M., 2008)

Pengujian

1.      Mengapung, Koalesensi

Cara berikut digunakan untuk mengkarakteristikan emulsi, khususnya yang berkaitan dengan stabilitasnya. Hal ini sekaligus memberikan petunjuk berharga tentang kecocokan emulgator yang digunakan, cara pembuatan yang dilakukan atau peralatan pengemulsinya.

Metode penuaan yang dipercepat. Didasari atas pengaruh suhu terhadap stabilitas emulsi. Dengan mengikuti kecepatan pengapungan emulsi, dapat ditarik kesimpulan baik buruknya sebuah emulsi. Dengan sebuah stopwatch diukur mulai waktu hancurnya emulsi yang terdapat dalam gelas ukur dan dalam penangas air pada suhu yang ditinggikan.

Metode Pengapungan yang Dipercepat. Digunakan untuk menentukan stabilitas yang diukur adalah tingkat pemisahan fase dalam terhadap fase luar. Pada kecepatan sentrifugasi yang konstan sebagai ukuran stablitasnya kembali dihitung konstanta stabilitasnya, yang menyatakan jumlah menit, yang diperlukan untuk memisahkan 1 mL air.

Metode perubahan daya hantar listrik. Digunakan untuk menentukan stabilitas emulsi A/M. Dalam hal ini beasaran absolut dari data hantar emulsi tidak berperan sama sekali, lebih banyak adalah daya hantar yang terjadi saat koalasensi dan tingkat perubahannya. Dua elektrode platina, yang dihubungkan dengan alat ukur daya hantar dicelupkan kedalam emulsi (sampai pada dasar wadah). Waktunya diikuti dengan sebuah stopwatch, sampai terjadi perubahan harga daya hantar. Dengan cara ini perubahan struktur yang terjadi dalam emulsi dapat dideteksi sebelum gejala visual mulainya koalesensi teramati.

2.      Tingkat dispersitas

Oleh karena pada emulsi yang stabil, tingkat dispersitasnya tidak berubah, maka adanya perubahan dapat menunjukkan kekurangan ketidakstabilannya. Seringkali tingkat dispersitas diartikan hanya sebagai formasi dari garis tengah bola rata-rata yang sesuai dengan tingkat dispersitas kecil, menengah atau besar ( atau juga rendah atau tinggi). Identitas semacam itu dapat diperoleh melalui pengamatan secara mikroskopik atau dengan cara cepat mikrofotografikukuran bola dari fase dalam yang dibandingkan dengan ukuran bola secara fotografik.

3.      Jenis Emulsi

Untuk menentukan jenis emulsi terdapat sejumlah cara pengujian yang dapat digunakan. Disarankan agar tidak hanya melakukan satu cara saja, oleh karena perhitungan dengan hanya sebuah metode, data yang dihasilkan sering menyebabkan terjadinya kesalahan.

a.      Metode Warna

Beberapa tetes larutan bahan pewarna dalam air (metilen biru) dicampurkan kedalam contoh emulsi. Jika seluruh emulsi berwarna seragam maka emulsi yang diuji berjenis M/A. Sampel sebaliknya dapat diuji dengan bahan pewarna larut lipoid, misalnya dengan beberapa tetes larutan Sodium III dalam minyak. Pewarnaan homogeny hanya akan terjadi pada emulsi A/M.

b.      Metode Pengenceran

Metode ini berdasar atas adanya kenyataan bahwa fase luar emulsi dapat diencerkan. Jika kedalam sedikit sampel emulsi ditambahkan sedikit air, dan setelah pengocokan atau pengadukannya diperoleh kembali emulsi homogeny, maka emulsi yang diuji berjenis M/A. Pada jenis A/M akan diperoleh hasil yang sebaliknya.

c.       Percobaan Pencucian

Hanya emulsi M/A yang mudah dicuci dengan air. Menghilangkan emulsi A/M menurut pengalaman sering menyulitkan.

d.      Percobaan Cincin

Jika 1 tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring, maka emulsi M/A dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling tetesan.

e.       Pengukuran Daya Hantar

Identitas jenis emulsi yang paling meyakinkan dapat dihasilkan oleh pengujian daya hantar. Jika dua kawat yang dihubungkan dengan baterai lampu senter dicelupkan kedalam sampel emulsi, maka hanya pada emulsi M/A akan terjadi simpangan pada miliampeter. Hanya air sebagai fase luar dapat memberikan aliran listrik (Voight, 1995).

 

  

DAFTAR PUSTAKA

Anief,M.,2008, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik, Penerbit Universitas Gadjah Mada,

                       Yogyakarta

Ansel, Howard C.,1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta

Voight,Rudolf, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Penerbit Universitas Gadjah Mada,

                       Yogyakarta